Lendah,(kulonprogo.sorot.co)--Meskipun gerakan untuk merubah pola pikir dan cara pandang terhadap kaum difabel terus digalakkan, namun nyatanya belum semua kebutuhan kaum difabel terpenuhi. Termasuk diantaranya sejumlah pemerintahan desa yang semestinya menjadi penyedia fasilitas mendasar bagi kaum difabel.
Hal ini lah yang kemudian melatar belakangi dibentuknya Sekolah Gerakan Pendidikan san Advokasi Indonesia Inklusif (Gradiasi). Sekolah ini diinisiasi oleh sejumlah organisasi penyandang disabilitas, diantaranya Pusat Rehabilitasi YAKKUM, SIGAB, PERDIK, NLR Indonesia, PPRBM Solo, Sehati Sukoharjo, PPDiS Situbondo, serta didukung The Asia Foundation dan Pemerintah Australia.
Kepala Sekolah Gradiasi, Fuad Bahri mengatakan bila dbentuknya lembaga pendidikan non formal ini bertujuan untuk mencetak mitra pemerintah desa untuk mewujudkan desa inklusi. Adapun sekolah ini dibuka di Desa Sidorejo, Kecamatan Lendah yang telah menyandang status sebagai desa inklusi sejak beberapa waktu lalu.
"Tujuannya untuk mencetak para kader gerakan advokasi inklusi di Indonesia. Setelah lulus mereka kembali ke desanya masing-masing untuk jadi mitra pemerintah desa mewujudkan desa inklusi," jata Fuad, Senin (11/11/2019).
Fuad menerangkan sebelum menjadi peserta, mereka terlebih dahulu menjalani seleksi. Dari 105 orang, tersaring jadi 23 siswa. Mereka yang merupakan perwakilan dari sejumlah daerah di Indonesia lantas menjalani pendidikan selama 10 hari di Desa Sidorejo.
"Peserta diajari berbagai materi. Di antaranya tentang kebijakan publik, analisis sosial dan komunikasi publik," terangnya.
Kader jebolan sekolah Gradiasi diperlukan untuk mengadvokasi kepentingan difabel perihal pemenuhan kebutuhan mereka di tingkat desa. Terlebih, pemerintah pusat telah menggelontorkan miliaran rupiah dana desa kepada pemerintah desa.
Hanya saja, alokasi dana untuk keperluan difabel tergolong masih sedikit. Pasalnya, hal ini juga berkaitan dengan masih sedikitnya desa inklusi di Indonesia. Dari ribuan desa, baru ada kurang dari 100 desa inklusi. Kebanyakan berada di desa-desa di Pulau Jawa.
"Sementara untuk wilayah DIY baru ada sekitar 20-an desa inklusi. Oleh karena itu kader Gradiasi diharapkan mampu menularkan ilmunya dan menjadi penjembatan antara kepentingan kaum difabel dengan kebijakan yang ada," ujar Fuad.
Kepala Desa Sidorejo, Sutrisna mengaku bangga desanya bisa dipilih menjadi lokasi penyelenggaraan Sekolah Gradiasi. Sebab, ini membuktikan, Sidorejo yang sejak 2015 lalu telah dikukuhkan jadi desa inklusi sudah menjalankan tugas dengan baik. Hal ini juga mendorong pihaknya untuk lebih memperhatikan kebutuhan kaum difabel melalui Alokasi Dana Desa (ADD)
"Kami pemerintah desa akan lebih giat lagi apalagi terkait Alokasi Dana Desa, untuk inklusi," ucapnya.
sumber : https://kulonprogo.sorot.co/berita-7693-belum-semua-pemdes-perhatikan-difabel-latar-belakang-terbentuknya-sekolah-gradiasi.html